Jumat, 03 Januari 2014

Pengaruh Budaya Dalam Perilaku Konsumen

Mitos dan Ritual Kebudayaan
Setiap masyarakat memiliki serangkaian mitos yang mendefinisikan budayanya. Mitos adalah cerita yang berisi elemen simbolis yang mengekspresikan emosi dan cita-cita budaya. Misalnya mitos mengenai binatang yang mempunyai kekuatan ( Lion King ) atau binatang yang cerdik ( Kancil ) yang dimaksudkan sebagai jembatan antara kemanusiaan dan alam semesta. Ada mitos pewayangan yang dapat diangkat dalam membuat strategi penentuan merek suatu produk, seperti tokoh Bima dalam produk Jamu kuat “ Kuku Bima Ginseng”. Sehingga pemasar dituntut kreatif menggali mitos agar bisa digunakan sebagai sarana menyusun strategipemasaran tertentu.

Ritual kebudayaan merupakan kegiatan-kegiatan rutin yang dilakukan oleh kelompok masyarakat. Ritual Budaya sebagai urutan-urutan tindakan yang terstandarisasi yang secara periodik diulang, memberikan arti dan meliputi penggunaan simbol-simbol budaya ( Mowen, 1995).

Ritual budaya bukan sekedar kebiasaan yang dilakukan seseorang, tetapi hal ini dilakukan dengan serius dan formal, yang memerlukan intensitas mendalam dari seseorang. Kebiasaan sering tidak serius, kadang tidak pasti dan berubah saat ada stimulus berbeda yang lebih menarik. Seringkali ritual budaya memerlukan benda-bendayang digunakan untuk proses ritual, dan inilah yang bisa dibuat oleh pengusaha menjadi peluang , seperti acara ulang tahun yang biasanya ada lilin, roti tart, balon, permen, sirup, dan lain-lain. Pesta perkawinan merupakan ritual budaya juga, sehingga dapat menjadi peluang untuk ‘wedding organizer’ dan persewaan gedung, serta peralatan dan perlengkapan pesta lainnya. Strategi iklan juga dapat dikaitkan dengan ritual budaya seperti pada tema-tema perkawinan yang menonjolkan hadiah ‘berlian’ untuk pengantin perempuan, dan produk sarung untuk ritual keagamaan dan ibadah.

Simbol kebudayaan juga merupakan representasi tertentu dari budaya , secara umum apa yang dipakai dan dikonsumsi oleh seseorang akan mencerminkan budayanya. Perusahaan dapat menggunakan nilai-nilai simbolis untuk merek produknya , misalnya perusahaan otomotif Toyota memberi nama Kijang untuk kendaraan dengan penumpang keluarga, secara simbolis Kijang ‘ adalah binatang yang mempunyai kemampuan lari yang sangat cepat dan lincah”.Sementara perusahaan lain Mitsubishi menciptakan ‘Kuda’. Simbol juga dapat ditunjukkan dengan warna, seperti warna hitam mempunyai arti formal, biru sejuk, putih artinya suci, merah simbol berani dsb. Sehingga pemasar menggunakan warna sebagai dasar untuk menciptakan produk yang berkaitan dengan kebutuhan simbolis.

Budaya dan Konsumsi

Produk mempunyai fungsi, bentuk dan arti . Ketika konsumen membeli suatu produk mereka berharap produk tersebut menjalankan fungsi sesuai harapannya, dan konsumen terus membelinya hanya bila harapan mereka dapat dipenuhi dengan baik. Namun, bukan hanya fungsi yang menentukan keberhasilan produk . Produk juga harus memenuhi harapan tentang norma, misalnya persyaratan nutrisi dalam makanan, crispy (renyah) untuk makanan yang digoreng,   makanan harus panas untuk ‘steak hot plate’ atau dingin untuk ‘ agar-agar pencuci mulut’.Seringkali produk juga didukung dengan bentuk tertentu untuk menekankan simbol fungsi seperti ‘ kristal biru’ pada detergen untuk pakaian menjadi lebih putih. Produk juga memberi simbol makna dalam masyarakat misal “ bayam” diasosiasikan dengan kekuatan dalam film Popeye atau makanan juga dapat disimbolkan sebagai hubungan keluarga yang erat sehingga resep turun temurun keluarga menjadi andalan dalam memasak, misal iklan Sasa atau Ajinomoto. Produk dapat menjadi simbol dalam masyarakat untuk menjadi ikon dalam ibadat agama.

Budaya merupakan sesuatu yang perlu dipelajari, karena konsumen tidak dilahirkan spontan mengenai nilai atau norma kehidupan sosial mereka, tetapi mereka harus belajar tentang apa yang diterima dari keluarga dan teman-temannya. Anak menerima nilai dalam perilaku mereka dari orang tua , guru dan teman-teman di lingkungan mereka. Namun dengan kemajuan zaman yang sekarang ini banyak produk diarahkan pada kepraktisan, misal anak-anak sekarang lebih suka makanan siap saji seperti Chicken Nugget, Sossis, dan lain-lainnya karena kemudahan dalam terutama bagi wanita yang bekerja dan tidak memiliki waktu banyak untuk mengolah makanan.

Kebudayaan juga mengimplikasikan sebuah cara hidup yang dipelajari dan diwariskan, misalnya anak yang dibesarkan dalam nilai budaya di Indonesia harus hormat pada orang yang lebih tua, makan sambil duduk dsb. Sedangkan di Amerika lebih berorientasi pada budaya yang mengacu pada nilai-nilai di Amerika seperti kepraktisan, individualisme, dsb.
Budaya berkembang karena kita hidup bersama orang lain di masyarakat. Hidup dengan orang lain menimbulkan kebutuhan untuk menentukan perilaku apa saja yang dapat diterima semua anggota kelompok. Norma budaya dilandasi oleh nilai-nilai, keyakinan dan sikap yang dipegang oleh anggota kelompok masyarakat tertentu. Sistem nilai mempunyai dampak dalam perilaku membeli, misalnya orang yang memperhatikan masalah kesehatan akan membeli makanan yang tidak mengandung bahan yang merugikan kesehatannya.
Nilai memberi arah pengembangan norma, proses yang dijalani dalam mempelajari nilai dan norma disebut ”sosialisasi atau enkulturasi”. Enkulturasi menyebabkan budaya masyarakat tertentu akan bergerak dinamis mengikuti perkembangan zaman. Sebaliknya, bila masyarakat cenderung sulit menerima hal-hal baru dalam masyarakat dengan mempertahankan budaya lama disebut Accultiration.

Budaya pada gilirannya akan mempengaruhi pengembangan dalam implikasi pemasaran seperti perencanaan produk, promosi ,distribusi dan penetapan harga. Untuk mengembangkan strategi yang efektif pemasar perlu mengidentifikasi aspek-aspek penting kebudayaan dan memahami bagaimana mereka mempengaruhi konsumen. Sebagaimana strategi dalam penciptaan ragam produk, segmentasi pasar dan promosi yang dapat disesuaikan dengan budaya masyarakat.

Strategi Pemasaran dengan Memperhatikan Budaya
Beberapa perubahan pemasaran yag dapat mempengaruhi kebudayaan, seperti :
1. Tekanan pada kualitas
2. Peranan wanita yang berubah
3. Perubahan kehidupan keluarga
4. Sikap yang berubah terhadap kerja dan kesenangan
5. Waktu senggang yang meningkat
6. Pembelian secara impulsif
7. Hasrat akan kenyamanan
Tinjauan Sub Budaya
1.     Subbudaya : elemen-elemen yang berkaitan dengan pengklasifikasian demografi
Demografi : karakterisitik suatu penduduk yang memiliki beberapa variabel
No
Demografi
Subbudaya
1
Usia
Anak-anak, remaja, dewasa awal, dewasa lanjut, lansia
2
Agama
Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha
3
Suku bangsa
Sunda, Jawa, Bali, Batak, Melayu, Dayak, Minahasa, Bugis
4
Jenis kelamin
Laki-laki, perempuan
5
Pendidikan
SD, SMP, SMA, S1, S2, S3
6
Pekerjaan
Guru, dosen, dokter, pengacara, karyawan
7
Geografi
Jawa, luar jawa, kota, desa
8
Pendapatan
Miskin, menengah, kaya
9
Status pernikahan
Lajang, menikah, janda, duda
10
Jenis keluarga
Orang tua tunggal, orang tua lengkap, 1 anak, 2 anak
11
Jumlah rumah tangga
Rumah tangga keluarga, bukan keluarga (asrama)
12
Kelas sosial
Atas, menengah, bawah
1.       Penting untuk mengetahui demografi dan detail sub-budaya karena dengan mengetahui detail demografi dan subbudaya, kita dapat mengetahui karakteristik penduduk. Dan dari subbudaya, kita dapat mengelompokkan masyarakat secara spesifik lagi sesuai dengan demografi dan sumberdaya. Sehingga dalam pemasaran, kita dapat menentukan target pasar yang kita inginkan. Dari memahami dan mengetahui detail demografi dan subbudaya, hal itu dapat sangat mudah diketahui dan dapat menentukan segmentasi dan posisioning produk sesuai dengan keinginan produsen.
2.     SIKAP:
Sikap seseorang yang tinggal dalam jenis Rumah Tangga Keluarga cenderung memiliki ketergantungan sikap kepada keluarga secara teknis. Selain itu, sikap yang terbiasa segala sesuatu tersedia dikeluarga adapun sikap yang terbentuk adalah santai dan lebih cendrung untuk menerima segala sesuatu yang ada di keluarga. Berbeda dengan sikap bagi seseorang yang Bukan Rumah Tangga Keluarga (Misalnya yang tinggal di kosan bersama teman, Tinggal di Asrama) Kecendrungan sikap yang terbentuk adalah rasa ingin mencari dan berjuang untuk mendapatkan hal-hal yang diinginkan secara pribadi. Sikap lebih menyelesaikan masalah secara mandiri dan menggunakan cara sendiri ditambah saran dari teman temannya.
PERSEPSI:
Seseorang yang tinggal dalam Jenis Rumah Tangga Keluarga, memiliki persepsi semua jenis (baik makanan, barang dan harta benda di rumah tangga keluarga) dipersepsikan sebagai milik sendiri. Jika membutuhkan bantuan/tempat berbagi masalah, orang tua adalah tempatnya. Persepsi aturan dalam keluarga adalah aturan informal. Dan memiliki persepsi, menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi orang yang lebih muda. Sedangkan Persepsi seseorang yang Bukan Rumah Tangga Keluarga, persepsi aturan yang ada dan harus dipatuhi secara formal. Memiliki kemandirian dalam mengambil keputusan dan persepsi efek timbal balik yang setiap yang dilakukan akan berakibat pada diri sendiri.

PERILAKU:
Seseorang yang tinggal dalam Rumah Tangga Keluarga berprilaku sesuai dengan peraturan yang tersirat dan menjadi nilai dalam keluarga. Dalam keseharian, Perilaku seseorang dalam melakukan sesuatu hal perlu diingatkan. Dalam berprilaku tingkat kesadaran rendah. Namun pola hidup yang dibentuk dominan teratur.
Sedangkan perilaku Bukan Rumah Tangga Keluarga memiliki pola-pola kegiatan kurang teratur karena tidak ada yang mengingatkan (misal pola makan). Dalam berprilaku berani mengambil risiko. Cendrung foya-foya. Dan memiliki nilai-nilai kehidupan yang lebih dominan bebas sesuai pribadi yang berasal dari nilai-nilai yang dipegang oleh diri.
1.                             Data demografi seperti usia, agama, suku , pendapatan, jenis kelamin, status pernikahan, pekerjaan harus dikumpulkan ke pemerintah sebagai bukti tertulis yang konkrit yang dapat digunakan para pemasar sebagai acuan dalam memasarkan produknya serta digunakan pemerintah untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan konsumen.
Data variabel usia penting untuk dikumpulkan karena variable usia mempengaruhi pembelian suatu produk karena konsumen yang berbeda usia mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda. Data variabel pendidikan dan pekerjaan juga penting untuk dikumpulkan adalah dua karakteristik konsumen yang saling berhubungan. Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seorang konsumen. Serta jenis pekerjaan mempengaruhi seseorang dalam pembelian suatu produk. Data variable lokasi geografi juga penting dikumpulkan untuk mengetahui dimana seseorang tinggal serta pengaruhnya terhadap pola konsumen. Pola konsumen ini yang akan mempengaruhi pembelian produk oleh seorang konsumen.
1.                             Setiap warga negara harus memiliki pendidikan yang baik karena dengan pendidikan dapat membebasakan diri dari kebodohan. Pendidikan juga membuat kehidupan setiap orang menjadi lebih baik. Seseorang yang mungkin dari kalangan orang biasa, tetapi karena mempunyai pendidikan yang baik sehingga memiliki pekerjaan yang baik karena pendidikan yang tinggi akan menjadi orang kalangan atas. Dengan kata lain, kelas sosial seseorang akan naik karena pendidikan. Pendidikan yang baik juga akan meningkatkan taraf hidup seseorang karena penghasilan yang dimiliki besar. Pendidikan juga mempengaruhi cara pikir, persepsi, dan sikap seseorang terhadap suatu masalah.
2.                             Semua penduduk berapapun usianya adalah konsumen. Begitupun dengan seorang anak, seorang anak memiliki bebutuhan dan keinginan yang dapat dikatakan cukup tinggi serta dapat mempengaruhi teman dan orang tuanya untuk membeli suatu produk. Sehingga anak menjadi konsumen yang potensial untuk pemasar. Pasar konsumen anak bisa dibedakan ke dalam 3 kelompok umur: 4-6 tahun, 7-9 tahun dan 10-12 tahun. Seorang anak pada usia yang berbeda membaca media yang berbeda. Segmen anak-anak bisa dibedakan ke dalam 5 segmen yaitu:
No
Segmen
Penjelasan
%
1
Self determined
Tingkat kepercayaan tinggi, membeli produk karena keinginan sendiri, bertanggung jawab atas keputusannya
26
2
Sluggish kid
Kurang aktif, banyak menonton tv, kurang taat menjalankan perintah agama,silit menerima nasihat
27
3
Obedient kid
Ambisius, aktif di luar sekolah, menonton tv pada waktu yang ditentukan, rajin belajar sebagian besar anak perempuan
13
4
Happy jolly kids
Sangat periang, tidak stress, senang bepergian dengan orang tua, jarang melakukan pembelian sendiri mempengaruhi orang tua dalam membeli
24
5
Reliant kids
Dekat dengan orang tua, uang saku sedikit, kurang bermain, kurang mandiri, mempengaruhi orang tua dalam pembelian
10
Dari segmentasi konsumen anak di atas, maka konsumen anak memiliki pasar yang potensial karena dari segmentasi- segmentasi tersebut terdapat perbedaan selera dan kesukaan sehingga para pemasar harus memahami keinginan dan kebutuhan anak.
1.                             Remaja memiliki kebutuhan yang banyak karena remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa sehingga kebutuhannya diambil dari sebagian kebutuhan anak-anak dan kebutuhan dewasa. Segmentasi remaja terbagi menjadi :
·         remaja awal ( 13-15 tahun)
·         remaja lanjut (16-18 tahun)
Pemasaran harus mengetahui karakteristik remaja agar produk mereka bisa diterima. Umumnya remaja memiliki karakteristik sebagai berikut:
·         suka mencoba hal-hal baru
·         mudah bisan dan bukan termasuk konsumen yang setia
·         suka mencoba produk baru yang memiliki daya tarik, seperti bentuk, warna, dan rasa.
Oleh sebab itu, pemasar harus menerapkan strategi pemasaran yang tepat dan memikat konsumsi remaja.
Contoh kasus adalah majalah merupakan barang yang dikonsumsi remaja. Remaja akan membeli majalah yang memberikan hadiah, menampilkan model gaya (fashion) terbaru, dan menampilkan berita-berita artis masa kini. Remaja tidak segan-segan untuk membeli lebih dari satu majalah demi mendapatkan hadiah dan berita-berita terbaru artis idola mereka. Biasanya juga, jika remaja menggunakan suatu produk maka remaja tersebut akan memamerkannya kepada teman-temannya minimal teman sekelasnya mengetahui apa yang dikonsumsi remaja tersebut.
1.                 Pendapatan merupakan imbalan yang diterima seorang konsumen dari pekerjaan yang dilakukannya.  Pendapatan merupakan  komponen penting karena dengan adanya pendapatan maka konsumen mampu :
1. Membeli kebutuhan dan keinginannya.
2.  Daya beli seorang konsumen dapat diukur.
Pengeluaran adalah suatu yang mampu mencerminkan besarnya pendapatan seseorang.  Pengeluaran merupakan salah satu hal yang penting sebab :
1. Mampu mencerminkan besarnya pendapatan seseorang.
2. Mampu mencerminkan pola perilaku konsumsi seseorang.

Lintas Budaya (Cross Cultural Consumer Behavior)

Nilai budaya memberikan dampak yang lebih pada perilaku konsumen dimana dalam hal ini dimasukkan kedalam tiga kategori umum:
orientasi nilai-lainnya
Merefleksi gambaran masyarakat dari hubungan yang tepat antara individu dan kelompok dalam masyarakat. Hubungan ini mempunyai pengaruh yang utama dalam praktek pemasaran. Sebagai contoh, jika masyarakat menilai aktifitas kolektif, konsumen akan melihat kearah lain pada pedoman dalam keputusan pembelanjaan dan tidak akan merespon keuntungan pada seruan promosi untuk “menjadi seorang individual”. Dan begitu juga pada budaya yang individualistic.
sifat dasar dari nilai yang terkait ini termasuk individual/kolektif, kaum muda/tua, meluas/batas keluarga, maskulin/feminim, persaingan/kerjasama, dan perbedaan/keseragaman.
 

Individual/kolektif
Budaya individualis terdapat pada budaya Amerika, Australia, Inggris, Kanada, New Zealand, dan Swedia. Sedangkan Taiwan, Korea, Hongkong, Meksiko, Jepang, India, dan Rusia lebih kolektifis dalam orientasi mereka. Nilai ini adalah faktor kunci yang membedakan budaya, dan konsep diri yang berpengaruh besar pada individu. Tidak mengherankan, konsumen dari budaya yang memiliki perbedaan nilai, berbeda pula reaksi mereka pada produk asing, iklan, dan sumber yang lebih disukai dari suatu informasi. Seperti contoh, konsumen dari Negara yang lebih kolektifis cenderung untuk menjadi lebih suka meniru dan kurang inovatif dalam pembelian mereka dibandingkan dengan budaya individualistik. Dalam tema yang diangkat seperti ” be your self” dan “stand out”, mungkin lebih efektif dinegara amerika tapi secara umum tidak di negara Jepang, Korea, atau Cina.

Usia muda/tua
dalam hal ini apakah dalam budaya pada suatu keluarga, anak-anak sebagai kaum muda lebih berperan dibandingkan dengan orang dewasa dalam pembelian. Dengan kata lain adalah melihat faktor budaya yang lebih bijaksana dalam melihat sisi dari peran usia. Seperti contoh di Negara kepulauan fiji, para orang tua memilih untuk menyenangkan anak mereka dengan membeli suatu barang. Hal ini berbeda dengan para orang tua di Amerika yang memberikan tuntutan yang positif bagi anak mereka. Disamping itu, walaupun Cina memiliki kebijakan yang mengharuskan untuk membatasi keluarga memiliki lebih dari satu anak, tetapi bagi budaya mereka anak merupakan “kaisar kecil” bagi mereka. Jadi, apapun yang mereka inginkan akan segera dipenuhi. Dengan kata lain, penting untuk diingat bahwa segmen tradisional dan nilai masih berpengaruh dan pera pemasar harus menyesuaikan bukan hanya pada lintas budaya melainkan juga pada budaya didalamnya.

Luas/batasan keluarga
Yang dimaksud disini adalah bagaimana keluarga dalam suatu budaya membuat suatu keputusan penting bagi anggota keluarganya. Dengan kata lain apakah peran orang dewasa (orang tua) memiliki kebijakan yang lebih dalam memutuskan apa yang terbaik bagi anaknya. Atau malah sebaliknya anak-anak memberi keputusan sendiri apa yang terbaik bagi diri mereka sendiri. Dan bisa dikatakan juga bahwasanya pengaruh pembelian oleh orang tua akan berpengaruh untuk seterusnya pada anak. Seperti contoh pada beberapa budaya:
Di Meksiko, sama halnya dengan Amerika, peran orang dewasa sangat berpengaruh. Para orang tua lebih memiliki kecenderungan dalam mengambil keputusan dalam membeli.
Para orang dewasa muda di Thailand hidup sendiri diluar dari orang tua atau keluarga mereka. Tetapi ketergantungan dalam membeli masih dipengaruhi oleh orang tua maupun keluarga mereka.
Lain halnya di India, sesuatu hal yang akan dibeli diputuskan bersama-sama dalam satu keluarga (diskusi keluarga).

Maskulin/feminisme
Pada dasarnya kita hidup dalam orientasi dunia maskulin, disamping Negara Eropa Barat yang menerapkan kesetaraan didalamnya. Tetapi hal tersebut tidak menjadi suatu pengaruh besar. Seperti contoh pada Negara Jepang, yang mana pada saat sekarang ini para wanita kembali bekerja setelah ia menikah. Hal ini menjadikan mereka lebih menghemat waktu terhadap kerjaannya. Misalnya, dalam memilih makanan, mereka lebih cenderung untuk membeli makanan beku untuk dibawa anak mereka ketimbang membeli makanan segar yang dalam membeli serta menyajikannya membuang waktu mereka. Sisi lainnya adalah penampilan menjadi prioritas mereka dalam bekerja. Untuk itu barang-barang yang berhubungan dengan penampilan tersebut lebih menjadi suatu kebutuhan bagi mereka.
Disini sekali lagi para pemasar bukan hanya melihat dari lintas budaya dan nilainya saja, melainkan juga didalam budaya itu sendiri.

Persaingan/Kerjasama
Yang dimaksud disini adalah bagaimana orientasi baik itu maskulin maupun feminisme dalam keterbukaannya pada konsumen. Pada orientasi maskulin seperti di Amerika, keterbukaan menjadi suatu hal yang harus terpelihara. Lain halnya Jepang yang berorientasi feminim, Mereka menganggap bahwa keterbukaan sama halnya dengan “kehilangan muka”. Variasi dari nilai ini bisa dilihat dari perbedaan reaksi budaya pada iklan yang dibandingkan. Seperti contoh Amerika Serikat yang membesarkan hati mereka ketika mereka menggunakannya didalam budaya lain yang bisa dengan mudahnya mendapatkan reaksi yang tidak baik. Disisi lainnya, jepang yang memiliki kolektifitas yang lebih menurut sejarahnya menemukan perbandingan iklan menjadi sesuatu yang tidak disukai, meskipun demikian Pepsi menemukan anak muda Jepang sedikit lebih mau menerima jika pembandingan dilakukan dalam keterus-terangan dan cara yang lucu.
Sebagai aturannya, perbandingan iklan dapat digunakan dengan ketelitian dan hanya sungguh-sungguh telah teruji.

Perbedaan/keseragaman
Budaya dengan nilai yang berbeda tidak hanya akan menerima aturan yang bergai macam dari perilaku pribadi dan sikap tapi juga menerima variasi dalam bentuk makanan, pakaian, dan produk lain serta pelayanannya. Dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki keseragaman nilai, dimana mereka tidak menyukai serta menerima bermacam aturan dari rasa dan produk pilihan.
Jepang dan budaya kolektif lainnya cenderung untuk meletakkan nilai yang kuat dalam keseragaman dan kesesuaian, sebaliknya budaya individualistik yang lebih seperti Canada dan Belanda cenderung pada nilai perbedaan. Ketika banyak aspek penting dari budaya ini dibuat oleh perbedaan dalam nilai, satu yang nyata dengan relative ketiadaannya turis yang berlatar “etnis” di restoran-restoran Jepang dibandingkan dengan Canada dan Belanda. Walaupun demikian, perubahan ekonomi dan sosial yang digerakkan oleh usia muda pada masyarakat kolektifis, membuat perbedaan lebih diterima dibandingkan dengan hal tradisional yang dijumpai, dan juga jika kecenderungan dari tingkatan yang mutlak lebih rendah dibandingkan dengan sisi individualistik mereka.

Orientasi nilai-lingkungan
Yakni menentukan hubungan masyarakat dengan ekonomi, teknis, dan linkungan fisik nya. Contoh dari nilai lingkungan seperti kebersihan, dayaguna/keadaan, tradisi/perubahan, pengambilan risiko/pengamanan, pemecahan masalah/fatalistis, dan sifat dasar (alam).

Kebersihan
Ketika adanya perbedaan dalam meletakkan nilai kebersihan diantara budaya ekonomi berkembang, ada perbedaan yang sangat luas diantara budaya ini dengan banyak budaya negara kurang berkembang. Di banyak negara miskin, kebersihan dinilai tidak pada tingkatan yang cukup untuk menghasilkan lingkungan yang sehat. Hal ini dapat dilihat pada negara Cina dan India, dimana kebersihan menjadi Sesutu yang begitu mengkhawatirkan. Ketika hal tersebut menjadi dampak bagi budaya lokal, McDonald’s mendapat penghargaan dengan memeperkenalkan pengolahan makanan yang higienis dan toilet beberapa pasar Asia Timur termasuk Cina.

Dayaguna/keadaan
Dayaguna/keadaan lebih dekat hubungannya pada konsep jarak kekuasaan, dimana menghubungkan pada derajat dimana orang menerima ketidak sama rataan dalam kekuasaan, otoritas, status, dan kekayaan sebagai kelaziman atau yang melekat dalam masyarakat. Konsumen di negara dengan jarak kekuasaan yang tinggi akan lebih suka untuk melihat opini dari orang lain dalam membuat keputusan. Masyarakat dengan orientasi status lebih suka pada “kwalitas” atau nama merk yang terkenal dan barang yang harganya mahal untuk menyamakan fungsi barang dengan merk yang tidak terkenal atau harga yang murah. Dimana konsumen ditarik oleh rasa gengsi dari merk yang terkenal.

Tradisi/perubahan
Berbeda pada Amerika, konsumen pada tradisi Korea dan Cina kurang nyaman dengan situasi baru atau cara pemikiran baru. Nilai ini direfleksikan dalam iklan mereka dimana berbeda pada iklan di Amerika, dimana di Inggris dan Cina menekankan tradisi dan sejarah. Untuk target pada kerangka berpikir penonton melalui televisi, daya tarik budaya lebih digunakan. Dalam target majalah pada orang-orang muda Cina, daya tarik modern yang difokuskan pada teknologi, mode, dan kesenangan lebih banyak digunakan.

Pengambilan resiko/pengamanan
Nilai ini berhubungan pada toleransi bagi ambuitas dan menghindari ketidaktentuan. Ia nya memiliki pengaruh yang kuat dalam hubangan usaha dan perkembangan ekonomi sebagai penerimaan produk baru. Masyarakat dimana tidak mengagumi adanya pengambilan resiko, tidak suka pada pengembangan hubungan usaha yang cukup untuk mencapai perubahan dan pertumbuhan ekonomi. Produk baru yang diperkenalkan, saluran baru dari pendistribusian, dan tema iklan adalh hal yang mempengaruhi nilai ini.

Pemecahan masalah/fatalistis
Di Karibia, kesulitan atau hal yang tidak dapat dikendalikan selalu dihilangkan dengan ekspresi “tidak masalah”. Ini biasanya berarti: “ada suatu masalah, tapi kita tidak tahu apa yang harus dilakukan terhadap hal tersebut-jadi jangan khawatir!”. Di Eropa Barat dan Amerika cenderung kearah untuk menyurutkan akhir pemecahan masalah dari rangkaian kesatuannya. Sedangkan Meksiko dan negara timur tengah menyurutkan kearah akhir yang fatal. Hal ini ditunjukkan pada mengurangi dugaan konsumen atas kualitas dan mengurangi kemungkinan dimana konsumen membuat keluhan secara resmi ketika berhadapan dengan pembelian yang tidak memuaskan.

Alam
Yang dimaksud disini adalah bagaimana negara-negara yang memproduksi atau mengimpor suatu produk meletakkan nilai tinggi dalam lingkungan. Seperti negara Inggris yang memiliki gagasan dalam pengurangan emisi. Dalam peluncuran produknya, mereka lebih menekankan kendaraan yang memiliki emisi rendah.

Nilai orientasi-diri
Yakni merefleksikan tujuan dan pendekatan pada hidup dimana anggota individu dari masyarakat menemukan apa yang diinginkan. Disini termasuk aktif/pasif, kepuasan sensual/pantangan, material/non material, kerja keras/santai, penundaan kepuasan/kesegeraan kepuasan, dan keberagamaan/keduniawian.
Aktif/Pasif
Kecenderungan dalam beraktifitas akan mempengaruhi pemasaran dalam suatu produk. Misalnya tema olahraga bagi kemasan botol tidak begitu cocok di negara seperti Jepang, dimana dua dari tiga pria dan tiga dari empat wanita berolahraga kurang dari dua kali dalam setahun.

Kepuasan sensual/pemantangan
Yang dimaksud disini adalah apakah suatu negara menggunakan daya tarik seks/sensualitas atau apakah memberikan pembatasan pada iklan yang dibuatnya terhadap sensualitas. Pembatasan terhadap iklan dengan kesederhanaan lebih terlihat di negara Arab Saudi atau negara-negara timur tengah. Ini dikarenakan budaya Islam yang sangat konservatif dalam nilai ini.

sumber :

www.gunadarma.ac.id





Tidak ada komentar:

Posting Komentar